Golden Quest Bab 01: Prolog: Tentang Quest Tiga Tahun Lalu

Arkana Pramuditho sangat benci dengan Amelia.

Amelia itu galak, rambutnya mudah rontok, tidak segan-segan mencakar, dan selalu kabur ke gang yang sangat sulit dimasuki seseorang. Ditambah, Amelia yang tidak pernah ramah ke orang lain jauh lebih garang ketika ditangani oleh Arkana. Arkana benci kucing itu, namun berurusan dengan Amelia sudah jadi makanan sehari-hari.

“Ini nek, Amelia, kali ini dia kabur ke kebun belakang rumah pak Tarso,” kata Arkana sambil memberikan Amelia—kucing persia berwarna putih dan cokelat—ke nenek Anna.

“Oh, terima kasih nak Arkana,” Nenek Anna memeluk Amelia dengan erat dan mengusapkan pipinya ke si kucing, pelukannya sangat erat sampai-sampai Amelia berontak dari nenek Anna seperti kucing yang berusaha untuk kabur dari kematian. Malahan, Amelia memang sedang berusaha kabur dari pelukan kematian nenek Anna! Arkana sudah sering melihat hal ini, dan kembali berpikir mungkin alasan Amelia sering kabur adalah karena nenek Anna selalu memeluk Amelia seperti orang yang sedang berusaha membunuh si kucing.

“Tidak masalah,” jawab Arkana, “kalau ada apa-apa, kasih tahu saja Arkana.”

“Tentu saja, kalau ada masalah nenek akan minta bantuan nak Arkana” senyum nenek Anna, “ini hadiahmu, sebungkus kue kering buatan nenek. Kali ini nenek bereksperimen menggunakan nanas, kelapa, dan durian.”

Arkana menerima sebungkus kue dari nenek Anna dan mengecek isinya. Seperti biasanya, kue nenek Anna tidak terlihat seperti makanan, kue ini terlihat seperti batu hitam yang dimasak sampai gosong, yang di atasnya ditaburi oleh sesuatu yang berwarna hijau ke abu-abuan, yang dari perkataan nenek Anna kemungkinan terbuat dari nanas, kelapa, durian + resep nenek Anna yang rasanya asam luar biasa. Minggu lalu nenek Anna mencampurkan resepnya dengan mangga dan mentimun, saat memakan kue ini, Arkana merasa dia memakan spons yang ditaburi oleh sabun cuci piring rasa lemon. Rasanya menjijikkan, dan Arkana bertanya-tanya bagaimana mungkin gabungan mentimun dan mangga terasa seperti ini, namun Arkana tetap menerima kue ini dan memasukannya ke tasnya.

“Terima kasih nenek Anna.”

“Aku yang harusnya berterima kasih,” jawab nenek Anna.

Arkana mengangguk dan kemudian melihat jam di ruang tengah rumah nenek Anna yang dari pintu depan terlihat dengan jelas.

“Uwah, gawat! Aku sudah telat. Aku berangkat dulu nek.”

Setelah itu Arkana lari dengan kencang seakan terbawa angin. Saat berlari Arkana samar-samar mendengar nenek Anna yang berteriak, “hati-hati” dan memutuskan untuk melambaikan tangannya ke belakang.

Arkana berlari ke tempat semua anak seumurannya mengeyam pendidikan—SMA. Normalnya orang yang sudah telat akan berlari ke sekolah seperti hidupnya tergantung pada seberapa cepat dia bisa sampai, namun walaupun Arkana berlari sekuat tenaganya, wajahnya terlihat tidak cemas sama sekali.

Bagi Arkana, telat sudah jadi nasi dan lauk sehari-hari, dan para guru juga sudah bosan dengan alasan Arkana.

Saat sampai di sekolah, bukannya langsung pergi bergegas ke kelasnya, dia pergi ke gudang tempat alat kebersihan disimpan dan mengambil sapu, alat pel, dan ember. Setelah itu dia pergi ke kelasnya seperti juragan yang masuk ke rumah anak buahnya dan menaruh tasnya di bangkunya.

Arkana kemudian menyapa dan mencium tangan gurunya yang terlihat sedang menghela nafasnya. “Pak Rudi, selamat pagi.”

Pak Rudi cuman menjawab dengan “En,” dan kemudian mengusir Arkana dengan gestur seperti mengusir ayam.

“Seperti biasa?” Tanya Arkana. Biasanya kalau dia telat dia selalu memberishkan kamar mandi. Dulunya kamar mandi di sekolah ini tidak terlalu terawat, namun sekarang tempat ini jadi yang paling bersih di sekolah.

“Kamar mandi, kantorku, kantor kepala sekolah, sama taman di depan.” Jawab pak Rudi, dia kemudian menunjuk ke jam dan berkata: “Kamu telat dua puluh menit. Jadi hukumannya juga berat.”

“Ok.” Jawab Arkana dan segera pergi dengan alat kebersihannya.

Di belakang dia mendengar pak Rudi menggerutu tentang anak yang selalu telat dan kemudian meneruskan pelajarannya.

Arkana cuman tersenyum, senang karena sekolah ini tidak mempermasalahkan Arkana yang setiap hari selalu terlambat. Atau lebih tepatnya, senang karena sekolah ini berhenti mempermasalahkan Arkana yang terlambat. Dia sudah kelas 12 sekarang, dan walaupun sekarang masih awal tahun pelajaran, kebanyakan teman sekelas Arkana sudah siap-siap untuk ujian nasional. Jika orang lain yang terlambat, maka sekolah akan mati-matian menegur si murid bermasalah dan memanggil walinya, namun tidak dengan Arkana, mengingat nilai Arkana tidak bermasalah, termasuk jajaran paling atas di sekolah malahan, dan dia selalu mengerjakan hukuman merepotkan yang diberikan padanya dengan sempurna, hal ini membuat orang lain tidak bisa mencontoh Arkana.

Arkana mengelap meja pak Rudi dan merapikan beberapa buku di atas mejanya. Kantor pak Rudi sebenarnya agak kosong, jadi tidak banyak yang harus dibersihkan.

Setelah selesai, Arkana keluar dari kantor pak Rudi dan berniat merapikan kantor kepala sekolah.

“Oh, telat lagi, Arkana?”

Arkana melihat ke belakang—ke orang yang menyapanya--dan kemudian tersenyum setelah tahu siapa orang tersebut, “Bu Tari. Seperti biasanya, Amelia kabur dan aku harus menangkapnya.”

“Oh, tapi bukannya sekarang hari selasa? Aku pikir kamu telat karena mengantarkan anak ibu Rosa ke sekolah.”

“Ah, itu sih besok, hari Rabu.” Tiap hari rabu ibu Rosa dan pak Dadang harus berangkat lebih pagi dari biasanya, Arkana tidak tahu kenapa, namun karena hal ini, anaknya yang masih SD kelas 3, Dina, mempunyai dua pilihan, yaitu 1 berangkat lebih pagi bersama orang tuanya—di jam yang bahkan gerbang sekolah saja belum dibuka, atau 2, berangkat sendirian—yang agak mengkhawatirkan mengingat jaraknya yang jauh. Arkana jadi solusi masalah ini, karena tiap hari rabu dia akan menemani Dina berangkat sekolah.

“Eh, ibu salah hari berarti,” dia mengecek tas tangannya dan mengacak-acak isinya, “uh, berarti soal ujian harian untuk anak kelas 2 ketinggalan di rumah.”

Arkana yang mendengar keluhan ibu Tari tersenyum karena mendengar orang yang kesusahan. Ini bukan berarti dia sadis, dia hanya senang karena artinya dia bisa menerima quest.

“Benarkah? Mau saya ambilkan kertas ujiannya bu?” Arkana berhenti sebentar dan kemudian menambahkan perkataannya, “saya juga bisa langsung fotokopi kertas ujiannya.”

Ibu Tari tersenyum, “langsung ingin mendapatkan “quest” kah?”

Arkana cuman bisa tersenyum dan mengusap bagian belakang kepalanya.

“Namun serius, ibu tidak mengerti dengan “quest” ini.” Tambah ibu Anna. “Ibu tahu kalau kamu selalu ingin membantu, namun kenapa kamu harus menyebut “membantu orang lain” dengan sebutan quest?”

“Bukannya quest lebih mudah diucapkan dari kalimat “membantu orang lain”?” Jawab Arkana dengan senyumannya. “Dan lagi, ibu sebenarnya salah, saya ingin membantu orang lain karena menginginkan imbalan, dan dalam game, walaupun jenisnya bermacam-macam, tiap quest pada ujungnya memberikan imbalan. Jadi “membantu orang lain untuk mendapatkan imbalan” adalah quest. Dan yang saya lakukan adalah quest.”

Bu Tari tertawa sambil menutup mulutnya, “Ibu yakin kue nenek Anna yang rasanya luar biasa aneh itu bukan imbalan, puisi ibu Rosa sebagai imbalan membantu mengantarkan Dina ke sekolah juga tidak bisa disebut imbalan, atau kesempatan untuk memakan makanan orang tua di panti jompo setelah membantu bibi Rena juga bukan imbalan.” Bu Tari berusaha mengecilkan suara tertawanya dan kemudian menaruh tangan di dagunya, “namun mangga pak Tarso bisa dibilang imbalan.”

Arkana mengangguk, “mangga pak Tarso memang mangga terbaik di kota ini.”

Bu Tari kembali tersenyum.

“Jadi,” sambung Arkana. “Apa mau saya ambilkan soal ujian hariannya?”

Bu Tari menggelengkan kepalanya, “tidak usah. Ujiannya di jam terakhir, jadi ibu masih punya waktu untuk pulang dan mengambil soal ujian hariannya.”

“Begitu,” jawab Arkana, “sayang saya tidak bisa membantu ibu Tari.”

“Bukannya harusnya “sayang saya tidak bisa mendapatkan quest dari ibu Tari”?” Jawab Bu Tari sambil memainkan alisnya.

Arkana tersenyum dan mengangguk. “Kalau begitu, karena aku tidak mendapatkan quest dari ibu Tari, aku akan melanjutkan bersih-bersihnya dulu.”

“Ok,” jawab bu Tari. Setelah itu ibu Tari pergi ke kantor guru. Tidak salah lagi ingin segera memainkan PSP yang baru seminggu lalu dia beli.

Di sekolah ini, satu-satunya guru yang tidak terganggu dengan Arkana yang sering telat adalah ibu Tari. Ibu Tari sendiri sebenarnya baru berusia 19 tahun, dia bekerja sebagai guru honorer di SMA ini untuk membiayai kuliahnya. Orangnya baik dan perhatian, dan dia juga sangat suka bermain game, itu juga alasan kenapa bu Tari mengerti dengan istilah quest yang sering Arkana katakan.

Sambil menyapu taman sekolah, Arkana memikirkan tentang apa saja quest yang sudah dia lakukan hari ini.

Pagi tadi, jam 4.30 pagi, dia membantu tetangganya untuk belanja cabai, bawang, tomat, dan beberapa sayuran lain di pasar. Imbalan yang dia dapat adalah uang Rp. 20.000, uang yang bisa dipakai Arkana untuk jajan, dan ¼ kg bawang dan cabai. Setelah itu dia diminta bantuan untuk menangkap Amelia, imbalannya adalah 15 keping kue kering spesial nenek Anna. Kue yang nantinya akan Arkana makan bersama dengan bebek di kolam pak Mahmud.

Dia senang bisa membantu orang lain, dan sekaligus senang karena mendapatkan imbalan, namun walaupun Arkana menyebut semua yang dia lakukan adalah quest, dia tidak bisa mengatakan kalau quest ini asli.

Quest asli itu tidak dibuat sendiri, melainkan diberikan oleh sosok supranatural, kemunculan questnya ditandai dengan bunyi gemerincing bel yang menyegarkan jiwa, ditulis dengan tulisan super indah dalam kertas berwarna emas di dalam amplop yang juga indah nan rapi. Imbalan dari quest asli itu beragam, mulai dari hal sepele sampai ke hal yang sangat berharga.

Arkana sempat mendapatkan rentetan quest asli. Dan quest terakhir yang dia dapatkan sangat berkesan sampai-sampai dia masih ingat kejadian itu seperti terjadi tadi pagi, saat itu Arkana sedang berangkat sekolah dan mendapatkan quest yang judulnya: “Pilihan untuk meraih kebahagiaan.”

Ada banyak hal yang tidak terduga saat menjalani quest asli ini, namun pada ujungnya Arkana sangat bersyukur bisa mendapatkan rentetan quest asli ini.

Arkana yang sekitar 5 tahun lalu adalah orang yang dingin, pendiam, sombong, arogan, dan tidak mempedulikan siapa pun, sekarang berubah menjadi Arkana yang sekarang membantu orang lain setiap hari, Arkana yang bisa tersenyum dan bisa mendapatkan teman.

Arkana yang bahagia.

Jika diberikan kesempatan, dia ingin berterima kasih pada sosok supranatural yang memberikan quest yang telah mengubah hidupnya.

“Dan jika bisa, sekali lagi mendapatkan quest asli,” gumam Arkana sambil memasukkan beberapa sampah daun kering ke tong sampah. “Siapa tahu aku bisa membuat hidupku yang sudah penuh warna ini jadi makin lengkap.”

Sosok supranatural sebenarnya adalah legenda kota yang sudah beredar dari ratusan tahun lalu di kota ini, banyak orang yang tidak percaya dengan legenda ini. Namun sebagai orang yang sudah pernah berurusan langsung dengannya (atau tidak langsung? Lewat quest soalnya). Arkana tahu kalau sosok ini benar-benar ada.

Setelah selesai membersihkan klamar mandi, kantor pak Rudi, kantor kepala sekolah, dan taman sekolah, Arkana pergi ke kelasnya dan langsung dimarahi oleh pak Anton—guru Matematika—karena telat lagi, namun Arkana cuman bisa tersenyum dan meminta maaf padanya.

Setelah itu tidak ada hal unik lagi yang terjadi di sekolah, Arkana duduk di kelasnya dan mendengarkan serta mencatat hal yang diterangkan oleh guru, dan saat ada yang tidak dia mengerti, dia langsung bertanya. Waktu tidak terasa berlalu sampai tiba saatnya untuk pulang sekolah.

Setelah selesai sekolah, normalnya Arkana akan berkeliling kota, atau kalau tidak sempat, berkeliling di sekeliling rumahnya, dan mencari orang yang bisa dibantu.

Namun saat dia keluar dari gerbang sekolah bersama dengan beberapa orang temannya dia mendengar suara gemerincing bel yang sangat familiar di telinganya.

Arkana tersenyum dan bergegas ke sumber suara tersebut seakan hidupnya bergantung pada seberapa cepat dia berlari.

===

Webnovel di atas sebenarnya adalah Prolog dari sebuah cerita yang berjudul Golden Quest. Ceritanya tentang Arkana Pramuditho yang hidupnya berhasil berubah karena "Quest" yang dia terima 3 tahun lalu. Dia berharap mendapatkan "Quest" lagi agar hidupnya yang sudah bahagia menjadi lebih berwarna lagi, namun seperti namanya, hadiah dari sebuah Quest hanya bisa didapatkan setelah si karakter utama berusaha sekuat tenaga dan mati-matian (secara harfiah) untuk menyelesaikan questnya. Dan oh, Webnovel ini diterbitkan untuk memberikan link ke artikel download contoh surat cerai. Webnovel ini dan artikelnya tidak berhubungan.